Di pedalaman Soppeng, Sulawesi Selatan, perjalanan hidup Marwah Daud Ibrahim dimulai. Di kabupaten yang berjarak 200 km di sebelah utara kota Makassar ini Marwah dilahirkan pada 8 November 1956. Belum genap sebulan, bayi Marwah dibawa oleh orang tuanya ke desa Barang, Kecamatan Liliriaja, tepian Sungai Walenai, yang masih terletak di Soppeng. Tinggal di lingkungan sekolah membuat Marwah dari kecil terbiasa membaca apa saja.
Kebiasaan ini membuat Marwah sudah cukup akrab dengan pikiran tokoh seperti Montessori, John Dewey, Socrates, sampai Benjamin Franklin, pada usia sekolah dasar. Selain sebagai guru, ayah Marwah pun dikenal warga desa sebagai tokoh penting yang membawa banyak inovasi dalam pendidikan di sana.
Marwah dikenal rajin membaca dan memiliki prestasi yang cemerlang di sekolah sejak SD. Masa SD hanya diselesaikan Marwah selama lima tahun bahkan dia menduduki peringkat pertama dalam ujian akhir di sekolahnya. Pendidikannya lalu dilanjutkan ke SMP Negeri Pacongkang dan lulus pada 1970.
Marwah bercita-cita menjadi guru seperti ayahnya. Maka selepas tamat SMP di melanjutkan pendidikan ke Sekolah Pendidikan Guru (SPG) Negeri Soppeng. Di tempta ini, Marwah tinggal di rumah sepupu dari pihak ayahnya, keluarga A. Amiruddin Tumpa & Pung Pacu. Di tahun kedua, Marwah pindah sekolah ke SPG Negeri I Ujungpandang (Makassar). Di sekolah ini Marwah menyelesaikan pendidikannya pada 1973.
Tinggal di ibukota provinsi membuat pergaulan Marwah pun semakin luas. Semakin banyak bacaan yang diserapnya, dan semakin banyak pula informasi yang didapat Marwah. Hal ini menumbuhkan cita-cita dan rencana baru dalam dirinya. Marwah tidak lagi berkeinginan menjadi guru seperti ayahnya. Marwah pun menaljutkan pendidikannya ke Fakultas Ilmu Sosial Politik Jurusan Komunikasi, Universitas Hassanudin.
Masa pendidikan di Unhas ini dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh Marwah. Marwah aktif mengikuti beragam kegiatan di kampusnya. Pengetahuan beserta pergaulannya kian meluas. Pada masa ini pula Marwah kembali terpilih sebagai mahasiswa teladan se-Sulawesi dan mengantarnya ke forum nasional di Jakarta. Di sini Marwah kembali bisa bertemu Presiden RI, Soeharto dan banyak mahasiswa teladan se-Indonesia.
Prestasi akademik yang gemilang dan kemampuan beragumentasi, berartikulasi menyebabkan ia selalu tampil menonjol dalam dialog atau kuliah umum dengan tokoh nasional yang sedang berkunjung ke Unhas. Penerima besiswa Supersemar ini pada tahun 1978 berkesempatan mewakili Unhas dalam dialog Nasional DPP KNPI. Acara ini dibuka oleh Wakil Presiden Adam Malik dan turut dihadiri para Menteri. Acara ini memunculkan Marwah sebagai sebagai tokoh mahasiswa di pentas nasional bahkan tampil dalam sebuah dialog di TVRI.
Pada musim gugur 1979, Marwah berangkat ke Philadelhia, Pennsylvania, kota yang dikenalnya melalui biografi Benjamin Franklin yang dibacanya sejak di desa. Setelah transit di sejumlah Negara: Malaysia, India, Dubai, Yunani, Praha, pesawat yang ditumpanginya tiba di New York dan dijemput oleh petugas Konsulat Jenderal, kemudian diantar ke Philadephia dan tinggal di kediaman keluarga Dr. Maulana Mardayat. Di Amerika Marwah hendak mengambil beberapa kursus dengan bantuan dana dari pemerintah.
Suatu kali ada sebuah pengumuman tentang kesempatan kuliah MA di American University, Washington DC. Marwah kemudian mengirim surat ke kedutaan, dan berangkat dengan kereta api dari Philadelphia ke Washington, D.C. Ia mendapatkan pekerjaan untu menangani Majalah kedutaan, Caraka Media. Penghasilan pas-pasan ini ditabung untuk bisa mengambil kuliah selain ia meminjam dana dari Atase Militer RI, Pak Djarot yang kemudian harus dicicil tiap bulan.
Skripsinya bisa selesai tahun 1981. Atas bantuan Rektort Unhas Prof. A. Amiruddin dan Menpora Abdul Gafur, Marwah mendapatkan beasiswa dari Pemerintah Jepang untuk Pemuda ASEAN untuk kuliah tingkat Master di The American University, Washington, D.C. Marwah kembali ke Washington, D.C. mengambil program S-2, kuliah sambil menulis di koran kedutaan.
Pada masa studi S2 ini, Marwah berhasil membuat model tentang arus informasi dunia setelah meriset ribuan item berita tentang Afrika, Asia, Eropa, dan Amerika Latin. Laporan ini kemudian oleh dosennya, Dr. Hamid Mowlana, menjadi bagian dari laporan Unesco tentang arus informasi global.
Kerja kerasnya membuahkan hasil sekalian lulus dengan gelar Distinction pada 1982. Di Amerika ia mengisi waktunya dengan bekerja sebagai asisten peneliti Unesco, dan di Bank Dunia. Sebelumnya, Marwah sudah menikah terlebih dahulu dengan Ibrahim Tadju, rekannya sesama aktivis semasa kuliah di Makassar.
Pasca meraih gelar Master, Marwah bekerja di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Melihat prestasi Marwah yang sangat baik, Bj Habibie, Ketua BPPT saat itu memberikan beasiswa lagi ke Marwah untuk melanjutkan studi doctoral di Amerika. Di universitas yang sama dengan studi S2-nya, pendidikan ini berhasil diselesaikan Marwah pada 1989 sebagai lulusan terbaik.
Pulang ke tanah air, Marwah bergabung dengan organisasi Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), dengan menjabat sebagai Sekretaris Umum. Selain itu Marwah juga aktif di Partai Golkar, partai yang membawanya ke gedung parlemen. Aktivitasnya di dunia politk mulai jadi perbincangan ketika Sidang Umum MPR 1998. Waktu itu Marwah disebut-sebut akan meraih kursi di Kabinet Pembangunan IV. Namun sayang, kabar itu tidak terealisasikan.
Lahir
Soppeng Riaja, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan, Indonesia, 8 November 1959,
Karier
- Pelatih Utama MHMMD MHMMD
- Dosen Pasca Sarjana Pasca Sarjana
- Asisten Peneliti Bank Dunia Bank Dunia
- Staff KBRI, Washington DC KBRI Washington DC
- BPP Teknologi BPP Teknologi
- Anggota DPR RI DPR RI
Pendidikan
- SD Pacongkang, Sulsel (1967) (1967-1970)
- SLTP di Pacongkang, Sulsel (1970) (1970-1973)
- SPG Negeri 1 Makassar (1973) (1973-1981)
- S1 Univ. Hasanuddin Makassar (1981) (1981-1984)
- S2 The American University Washington DC (1984) (1984)
- S3 The American University Washington DC
sumber:
https://tirto.id/m/marwah-daud-ibrahim-bN?gclid=EAIaIQobChMI29HO2tee3AIVTw4rCh0SEAuhEAAYASAAEgK_VvD_BwE
Tidak ada komentar:
Posting Komentar